Tuesday 5 February 2013

Surat Kebahagiaan Untuk Nenek Inah di Surga

Di suatu kampung di daerah pegunungan tinggalah seorang nenek dengan cucu perempuannya. Nenek Inah namanya. Beliau mengasuh seorang cucu yang bernama Atik sejak usianya masih 3 tahun. Dia ditinggal kedua orang tuanya merantau di luar pulau sejak balita. Maksud hati ingin mengubah hidupnya lebih baik tapi sampai sekian tahun tiada kunjung kabarnya. Kini sang nenek dan cucu hidup sangat kekurangan. Nenek Inah merawat cucunya seorang diri sejak ditinggal suaminya yang telah meninggal 5 tahun silam. Kehidupan mereka semakin terpuruk setelah kepergian sang kakek. Penyakit asma yang berkepanjangan memaksa sang kakek mengakhiri hidupnya. Karena sangat kekurangan dan tanpa ada pengobatan akhirnya jalan pintas pun diambil oleh sang kakek. Peristiwa buruk tersebut membuat nenek Inah merasa sedih dan mengubur dalam-dalam kejadian tersebut. Terlebih lagi bagi Atik sang cucu. Dia merasa terpukul dengan kepergiannya. Saat ini usia sang nenek bertambah tua dan semakin renta. Atik yang kini duduk di bangku SD kelas VI harus ikut merasakan kesedihan dan beban hidup yang berat. Di waktu senggang dan libur sekolah dia rela membantu neneknya mencari nafkah demi mendapatkan sepeser uang untuk membeli beras. Dia mengorbankan masa bermainnya bersama teman-teman sebayanya. Dia pun tidak mengelak ingin merasakan kehidupan seperti teman-temannya. Dengan ikhlas dia rela melepas keinginannya tersebut. Sang nenek membiayai cucunya hanya bergantung dari penjualan rempah-rempah, daun pisang dan jualan singkong. Atik pun dengan sabar menemani sang nenek mencari rempah-rempah dan sebagainya di daerah pegunungan. Meskipun jalannya yang menanjak sang nenek tidak kenal lelah mendaki gunung tersebut. Namun tidak semudah yang semua orang bayangkan, pohon rempah-rempah pun jarang ditemui, hanya beberapa saja yang tumbuh. Setelah membersihkannya Atik berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya untuk menjual hasil pencariannya dengan nenek Inah. Dia pun tak kenal lelah berjalan kaki agar bisa mendapatkan uang. Namun hasilnya tidak mecukupi. Selain itu dia mencoba mencari tambahan dengan meminta buah-buahan dari tetangganya yang bisa dijual. Hasil penjualan tersebut bisa menambah pemasukannya. Nenek Inah sangat bangga dengan cucunya, Atik. Dia termasuk anak yang berprestasi di sekolahnya. Cita-citanya sangat tinggi. Dia berkeinginan melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya di sebuah sekolah favorit di kota. Namun dia sadar akan kemampuannya. Dia hanya bisa berusaha, belajar dan berdoa. Suatu ketika di sore hari, sepulang jualan Atik mendapati sang nenek terbaring lemas di kamar. Penyakit yang sudah lama dideritanya kambuh. Sebenarnya penyakit tersebut tidak pernah dirasakan oleh sang nenek. Kini penyakit tersebut bertambah parah. Nenek Inah dan Atik tak mampu berbuat apa-apa. Mereka hanya pasrah karena tidak ada biaya untuk pengobatan. Mereka hanya mampu mengobati secara herbal atau alami dan itu pun dirasa tidak cukup. Berhari-hari sang nenek terbaring, dan Atik setia mendampingi nenek tersebut. Karena ada ujian nasional terpaksa Atik harus menitipkan neneknya kepada tetangga terdekat untuk menjaganya karena tidak ada sanak saudara. Dia pun merasa tidak tega tapi nenek Inah bersikeras agar cucunya bisa mengikuti ujian nasional tersebut. Hari terakhir dia ujian, awan mendung pun menyelimuti kampung tempat dia tinggal. Atik tidak sabar untuk pulang. Dia merasa ada sesuatu yang beda. Sesampainya di rumah dia melihat sang nenek bertambah parah. Atik menangis pilu, melihat penderitaan neneknya. Saat itu hujan pun deras. Para tetangga sekitar ikut menjenguk. Tuhan pun berkehendak lain seketika itu hujan reda dan awan pun terang benderang tiba-tiba nenek Inah menghembuskan nafas terakhir. Atik tak kuasa menyaksikan peristiwa memilukan tersebut. Dia shock dan pingsan beberapa jam lamanya. Para tetangga datang dan berkumpul untuk berbela sungkawa . Ketika sadarkan diri Atik melihat jenazah sang nenek siap disemayamkan. Dia hanya bisa menangis karena dia sangat menyayangi nenek Inah. Dia turut dalam proses pemakaman tersebut. Kini dia hanya sebatang kara, namun karena kebaikannya banyak tetangga dekat yang membantu. Satu minggu berlalu, tiba saatnya pengumuman kelulusan di sekolahnya. Dia sangat pasrah dengan hasilnya karena bagaimanapun juga dia hanya seorang diri. Dengan hasil apapun tak mungkin dia bisa melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Tuhan Maha Adil dan Maha Penyayang, karena prestasinya yang menonjol dia mampu meraih prestasi dengan nilai paling tertinggi di sekolahnya bahkan antar sekolah. Dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama di kota. Sekolah tersebut adalah sekolah favorit yang pernah dia cita-citakan. Pada awalnya dia tinggal di sebuah panti atau lebih tepatnya sebuah yayasan untuk anak-anak yatim piatu. Suatu hari ada sepasang suami istri yang menjadi donatur tetap di yayasan tersebut yang menawarkannya untuk dijadikan anak mereka. Pada awalnya Atik tidak mau dengan penawaran tersebut. Karena melihat sosok orang tua dan kasih sayang tulus dari mereka yang tak pernah dia dapatkan sejak kecil akhirnya Atik menerimanya sebagai orang tua asuh/ orang tua angkat, lebih tepatnya dia diadopsi mereka. Dia sangat bahagia karena tinggal bersama keluarga yang utuh dengan ayah, ibu dan kakak-kakaknya yang telah sukses. Rasa syukur selalu dia panjatkan kepada Tuhan kerena semua yang dia dapatkan saat ini adalah anugrah terindah dari Sang Pencipta. Setiap kali bersimpuh dihadapanNya dia selalu panjatkan doa untuk sang kakek dan nenek. Acap kali dia menyebutkan dalam doanya bahwa keberhasilan dan kesuksesanku ini akan aku persembahkan untuk nenekku tercinta yaitu Surat Kebahagiaan untuk Nenek Inah Di Surga.

No comments:

Post a Comment